Budaya Lawan Arah di Universitas Padjadjaran

Pengguna kendaraan roda dua atau biasa kita kenal sebagai pengendara sepeda motor, sering kali melanggar peraturan lalu lintas saat berada di jalan seperti memainkan gadget, memakai headset, tidak memakai atribut lengkap untuk berkendara, dan yang paling sering kita jumpai adalah melawan arus kendaraan. Perilaku tidak terpuji ini, tidak hanya terjadi di jalan raya, namun area pendidikan pun kerap ditemui pengendara sepeda motor yang melawan arah seperti yang ada di lingkungan Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Pelaku lawan arah di area lingkar dalam Universitas Padjadjaran yang melewati beberapa fakultas jurusan saintek dan soshum khususnya di pertigaan antara Fakultas MIPA dan Fakultas Psikologi juga dekat Perpustakaan Central, merupakan mahasiswa yang sedang memiliki jadwal kuliah dan menggunakan keterlambatan sebagai alasan utama melakukan lawan arah. Tidak hanya itu, alasan hemat waktu juga digunakan agar cepat sampai ke tujuan. Padahal menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam pasal 287 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa pengendara yang melawan arus akan dikenakan denda sebesar satu juta rupiah (Rp1.000.000,00) untuk kendaraan roda empat dan denda sebesar lima ratus ribu rupiah (Rp500.000,00) untuk kendaraan roda dua. Alasan mengapa dibuatnya UU tentang lawan arah ini sendiri karena apabila ada yang melakukan tindakan lawan arah dianggap membahayakan pengendara lainnya maupun pejalan kaki yang sedang menyeberang dan berjalan di daerah tersebut.

Pelaku lawan arah di bundaran tanjakan cinta. (Oddie Erza /Geocentric)

Selain itu juga, hal yang sering kali membuat kita marah adalah Universitas Padjadjaran yang merupakan daerah pendidikan di Jatinangor di mana orang-orang di dalamnya harusnya sudah mengerti mengenai baik dan buruk, justru bersikap sebaliknya.  Orang-orang ini justru orang yang paling dibuat geram atau kesal oleh petugas yang kebetulan berjaga di daerah tersebut. “Orang yang melakukan lawan arah di kampus seharusnya lebih ditindaklanjuti karena banyak kejadian tabrakan yang telah terjadi di dalam kampus ini sendiri.” Menurut Budi (34) petugas yang berjaga saat itu. Walaupun pelaku lawan arah mulai berkurang sedikit karena area ada yang menjaga, menurut penjaga masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi “walau sudah ada penjaganya tapi kalau kita pergi atau meleng sedikit saja pasti ada yang melakukan lagi dan itu sudah menjadi budaya.” Menurut Budi terlambat atau ingin cepat sampai bukanlah alasan, karena kita harusnya melewati jalan yang telah disediakan dan diperuntukkan untuk para pengendara.

Sama halnya dengan yang menjaga jalan satu arah, perwakilan HSE (Health Safety Environment) Geologi Unpad, Rifqi Dwi Saprana (20) juga berpendapat “pengendara yang melawan arah harusnya diberi penindaklanjutan yang tegas oleh pihak Universitas Padjadjaran sendiri, lalu diperjelas punishment yang berlaku oleh pihak fakultas maupun universitas.” Jelas Rifqi (20) perwakilan HSE Geologi Unpad yang merupakan seorang anti lawan arah. Selain itu, sangat disayangkan juga apabila pelaku lawan arah melanggar peraturan saat menggunakan atribut fakultas masing-masing. “Pelaku lawan arah harusnya tahu diri apabila sedang menggunakan atribut lengkap dari fakultas masing-masing khususnya untuk FTG, kan malu kalau pakai oren-oren yang terkenal disegani tapi masih melakukan kesalahan.” Tambah Rafidhia (20) yang juga merupakan seorang anti lawan arah.

Pengendara motor yang tetap melanggar walau sudah ada tanda larangan. (Oddie Erza/Geocentric)

Yuk, paksa diri kita untuk mengurangi lawan arah. Karena selain membahayakan diri kalian sendiri hal tersebut juga dapat membahayakan orang lain. Mulai dulu dari lingkungan terkecil kita yaitu Universitas Padjadjaran dan ingat jangan sampai memakai atribut fakultas saat melakukan lawan arah, tidak menggunakan atribut juga tetap jangan lawan arah ya! #LawanArahItuBuruk.

 

(Oddie Erza G/Geocentric)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *