Bagi mahasiswa Fakultas Teknik Geologi Unpad, pastinya sudah tidak asing lagi mendengar istilah Celsi. Ketika perut terasa kosong, tenggorokan kering melanda, atau mulut butuh asupan nikotin, tempat inilah yang paling pas untuk disinggahi.
Sama seperti fakultas lain, Celsi merupakan kantin kampus yang bisa dikatakan sederhana tetapi menyajikan berbagai kebutuhan primer mahasiswa seperti makanan berat, cemilan, minuman, rokok, dan yang lebih spesialnya lagi, serta jarang dijumpai di setiap penjuru kantin kampus lain yaitu tersedia tempat kopi. Namun, di balik nyamannya Celsi, melihat kondisi saat ini timbul berbagai pertanyaan dari beberapa orang. Ada apa sih dengan Celsi?

Sejak bulan Januari 2020, kantin kesayangan mahasiswa FTG Unpad memberi kesan “wajah baru” dengan kondisinya saat ini. Yup! Fasilitas baru yang hadir memberikan kesan kepada para pengunjung seakan sedang berada di dalam jeruji besi. Ketika dulu akses menuju Celsi bisa dari berbagai celah, saat ini hanya ada satu akses untuk mengunjungi. Ketika dulu Celsi seakan memberikan kesan tempat terbuka, saat ini justru sebaliknya. Setiap hal pasti selalu ada yang melatarbelakangi, namun hingga saat ini masih banyak yang bertanya-tanya mengenai kondisi ini. Lalu, bagaimana pandangan mereka mengenai hal tersebut?
“Kalau menurut aing sih meskipun kita kurang diberi penjelasan tentang ini tapi sebenernya gak usah terlalu menanggapi ini sebagai suatu masalah yang harus dibesar-besarkan, ya meskipun memang aksesnya jadi ribet tapi selagi di situ bukan tempat yang ada aturan dilarang merokok mah ya nikmati aja.” Tutur Naufal Karimul Huda (20) sebagai salah satu mahasiswa yang sering dijuluki kuncen Celsi. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Muhammad Farhan (19), “First impression liat sih kaya ring Smack Down, cuma mungkin tujuannya buat meningkatin keamanan Celsi juga, kan sekarang ada tempat kopi tuh.” Tuturnya. Berbeda dengan yang lain, pendapat kontra justru dilayangkan oleh Rafly Satria (21), “Aku teh ngerasa kurang bebas kali Celsi dipagarin gitu, kesannya areungap sareukseuk hese usik.” Ujarnya, dengan aksen khas sundanya.
Dapat disimpulkan, memang setiap pandangan pasti selalu ada perbedaan dan ciri khas masing-masing. Karena pada dasarnya, dalam menyikapi sesuatu setiap orang punya cara tersendiri. Ada yang dapat dengan mudah menerima, ada juga yang tidak. Begitu juga dengan opini penulis, “wajah baru” ini mungkin memiliki tujuan untuk meningkatkan keamanan di kawasan kantin Celsi walaupun nilai estetika yang diberikan terasa kurang. Jadi, bagaimanapun kondisi yang ada, intinya Celsi harus tetap kita jaga keamanan dan kenyamanannya bersama.
(Albi Hilal Asyari/Geocentric)