Berdasarkan penelitian The Economist tahun 2016-2017, Indonesia dinyatakan sebagai negara terbesar kedua penghasil food waste (sampah makanan yang telah diolah namun tersisa sehingga akhirnya terbuang) dan food loss (sampah yang belum diolah seperti sayuran) di dunia setelah Arab Saudi. Perkiraan sampah makanan yang dihasilkan Indonesia setiap tahunnya seberat 13 juta ton. Jika diasumsikan, jumlah sampah makanan sebesar 13 juta ton sebenarnya dapat memberi makan sekitar 28 juta jiwa atau 11% penduduk Indonesia. Padahal, menurut Global Hunger Index, tingkat kelaparan masyarakat Indonesia berada pada level serius. Malu jika diri ini masih sering menyisakan makanan padahal banyak penduduk Indonesia yang tidak bisa makan.

Di Kota Bandung, masalah pengelolaan sampah telah terjadi sejak tahun 2005. Saat itu di TPA Leuwi Gajah terjadi bencana longsor yang diakibatkan oleh ledakan gas metan hasil dari penguraian sampah organik dari sisa makanan. Jika dilihat dari komposisi sampah yang ada di Kota Bandung, sebanyak 63,56% merupakan dari sampah organik yang terdiri dari sisa makanan (PD Kebersihan, 2002). Komposisi sampah organik terus mengalami peningkatan dikarenakan tingginya pertumbuhan usaha restoran dan rumah makan yang terdapat di Kota Bandung selama tiga tahun terakhir.

Seharusnya sampah organik tidak dicampur dengan sampah non-organik yang tidak membusuk. Karena apabila dilakukan pencampuran kedua jenis sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang miskin oksigen, akan menghasilkan limpasan cairan beracun leachate yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Leachate memiliki tingkat toksisitasnya yang tinggi sehingga dapat menjadi ancaman utama bagi akuifer dan kesehatan air tanah.
Biro Pusat Statistik (BPS) dalam “Statistik Lingkungan Hidup 2018” melaporkan kualitas air sungai di Indonesia umumnya berada pada status tercemar berat. Sungai Ciliwung di Jakarta, Brantas di Jawa Timur, Citarum di Jawa barat, Citanduy di Jawa Tengah, dan Sungai Musi di Sumatra Selatan, merupakan sungai dengan kualitas air tercemar berat. Kondisi ini menyebabkan masyarakat kehilangan sumber air bersih dan mulai bergantung pada sumber lain seperti air tanah. Di daerah yang minim wilayah terbuka hijau dan resapan air, hal ini melahirkan malapetaka lantaran eksploitasi air tanah merupakan salah satu penyebab menurunnya permukaan tanah layaknya yang terjadi di Jakarta.
Dalam upaya menanggulangi masalah sampah organik, Indonesia patut bangga kepada masyarakatnya. Saat ini sudah ada startup dan swasta yang telah mendirikan bisnis dengan modal dari sisa makanan, bahkan makanan yang masih sangat baik kualitasnya untuk meraup keuntungan, bisnis tersebut adalah Surplus Indonesia dan Magalarva.
Surplus Indonesia
Surplus Indonesia adalah platform yang memungkinkan pelanggan untuk membeli makanan dari restoran, hotel, kafe, dan supermarket yang memiliki kelebihan makanan atau yang belum terjual pada hari itu dengan potongan 50% sebelum waktu tutup. Surplus Indonesia didirikan oleh Muh. Agung Saputro yang merupakan lulusan biologi ITB.
Ide bisnis berdirinya Surplus Indonesia berawal dari keresahan ketika melihat banyak sekali makanan yang terbuang setiap harinya dari prasmanan pada suatu acara atau makanan yang tidak terjual di restoran. Hal ini disadari bahwa makanan berlebih yang masih layak dikonsumsi tidak seharusnya dibuang begitu saja, namun bisa dijual kembali dengan menciptakan layanan (aplikasi) yang memudahkan proses tersebut sebagai solusi terdepan. Masyarakat dapat berperan sebagai pelanggan dan penjual di Surplus Indonesia. Pelanggan dapat menikmati makanan favoritnya dengan harga yang menguntungkan dan penjual akan mendapatkan keuntungan tambahan dan pelanggan baru. “Dengan adanya Surplus, sangat membantu untuk mengurangi limbah makanan yang seharusnya masih layak konsumsi jadi tidak terbuang dan malah menjadi uang.” ujar Desi, pemilik Nasi Kulit Paru Mpok Desi.

Surplus Indonesia memiliki visi yaitu untuk menciptakan lingkungan tanpa Food Waste sebagai langkah untuk mendukung Sustainable Development Goals terutama tujuan nomor 2 (Zero Hunger), nomor 12 (Responsible Consumption and Production), dan nomor 13 (Climate Action).
Apabila diantara pembaca ingin menjadi pelanggan Surplus Indonesia, langsung saja download aplikasi nya di Google Play Store atau jika ingin mengetahui informasi lebih jauh dapat mengunjungi website nya di www.surplus.id.
Magalarva
Saat ini telah banyak yang membudidayakan maggot BSF. salah satu pebisnis yang membudidayakan maggot BSF yaitu Rendria Arsyan Labde, CEO dan Co-Founder dari Magalarva. Awal berdirinya Magalarva karena keresahan Rendria setelah melihat TPA Bantar Gebang yang memiliki sampah telah menggunung. Setiap harinya TPA Bantar Gebang menerima kiriman sampah sebanyak 7000 ton dengan 60% merupakan sampah organik. Dari masalah tersebut, akhirnya memilih larva BSF untuk mengurai sampah organik. Selain memiliki kemampuan pengurai sampah organik tercepat, larva BSF kaya akan nutrisi seperti protein, asam lemak, vitamin, dan mineral yang dapat dijadikan sebagai alternatif keberlanjutan untuk mengatasi kelangkaan protein di masa depan.

Maggot BSF (Black Soldier Fly) adalah larva dari jenis lalat besar berwarna hitam yang terlihat seperti tawon. Maggot BSF adalah bentuk dari siklus pertama (larva) Black Soldier Fly yang nantinya bermetamorfosa menjadi lalat dewasa. Fase metamorfosa maggot BSF dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa, dan lalat dewasa, semuanya memakan waktu 40 sampai 45 hari.

Selama masa hidupnya, maggot BSF akan memakan limbah organik. Dengan membudidayakan maggot lalat super ini akan membantu menekan jumlah sampah organik yang ada di Indonesia. Kemampuan maggot BSF dalam memakan limbah organik sangat memukau. Sejumlah 15 ribu larva Black Soldier Fly dapat menghabiskan sekitar 2 kg makanan dan sampah organik yang hanya membutuhkan waktu selama 24 jam.
(Najmudin Fikri/Geocentric)
Sumber:
https://tirto.id/darurat-sampah-makanan-di-indonesia-f3Yn diakses 26 Oktober 2020
https://www.inc.com/maureen-kline/the-business-opportunity-in-food-waste.html diakses 26 Oktober 2020
https://m.brilio.net/creator/sering-nyisain-makanan-ketahui-fakta-kelaparan-food-waste-obesitas-9bef67.html diakses 26 Oktober 2020
https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/perbedaan-food-loss-dan-food-waste/ diakses 27 Oktober 2020
Brigita, Gladys, Rahardyan, Benno. 2013. Analisa Pengelolaan Sampah Makanan Di Kota Bandung. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 19 Nomor 1, April 2013 (Hal 34-45).
https://www.99.co/blog/indonesia/cara-budidaya-maggot-bsf/ diakses 30 Oktober 2020
Saya membina produsen mahot dari pengolahan sampah di makassar, apakah bisa bekerja sama dgn Magalarva, terutama u menerima hasil produksi magot kami, bgm mekanismenya…
Tolong hub saya Indra Cahyono di Makassar
No. 081343703209
Email cahyono2215@gmail.com