A: “Kapan sih kuliah offline lagi? Udah bosen banget nih di rumah!”
B: “Bentar lagi kok, sabar dong!”
A: “Ah yang bener? Apa cuman wacana doang, tuh?
B: “Ya semoga aja beneran.”
Praktikum secara offline di kampus sudah mulai berlangsung sejak 24 Mei 2021 lalu. Dalam menjalakannya, pihak kampus tentu sudah memikirkan dengan matang bagaimana kondisi seluruh mahasiswanya. Tidak mungkin, dong, praktikum tetap dilaksanakan secara offline kalau ada mahasiswa berdomisili di luar Jatinangor dan sekitarnya yang tidak punya uang untuk berangkat ke kampus? Kalau tidak punya uang, kan, bisa belajar saja dari rumah, tidak perlu ikut-ikutan ke kampus seperti mahasiswa lainnya. Toh, praktikum ini bukan paksaan dan pemerataan kepahaman mengenai materi praktikum juga tanggung jawab masing-masing, kan? Masa pihak kampus sudah pusing-pusing memikirkan protokol kesehatan soal praktikum offline masih disuruh memikirkan mahasiswanya yang gak punya uang?
Sudah baik pihak kampus tidak memberi harapan palsu lagi kepada mahasiswanya. Dengan terlaksananya praktikum secara offline maka telah memecahkan berbagai pandangan dari mahasiswa, mulai dari isu-isu pembelajaran tatap muka dimulai pada awal semester kedua tahun ajaran 2020/2021. Namun, tetap saja akhirnya hanya menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Nyatanya tetap ada mahasiswa yang sudah nyaman melakukan kuliah secara online, tetapi ada juga yang begitu senang jika kuliah offline dilaksankan.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Mahasiswa Teknik Geologi Unpad Angkatan 2019 yang berasal dari luar Pulau Jawa “Setuju aja kalau perkuliahan dilakukan secara offline selagi kita bisa mematuhi protokol kesehatan dan menjaga diri sendiri, soalnya kalau menunggu Covid-19 reda juga belum tentu kapan redanya. Apalagi buat anak teknik kayak kita yang benar-benar butuh buat praktek langsung ke lapangan, soalnya kalau hanya teori-teori saja berasa seperti angin lalu yang singgah. Jadi intinya, selagi mematuhi protokol kesehatan, bisa menjaga diri, dapat perizinan dari rektorat atau dekanat setuju banget kalau kuliah offline segera dilakukan.”

Perkuliahan secara offline memang dinilai lebih efektif dibandingkan kuliah secara online, apalagi bagi mahasiswa dengan jurusan eksakta yang sering melakukan praktikum dan kuliah lapangan. Mereka akan mengalami kesulitan jika melakukan praktikum secara mandiri karena terpaksa harus mempersiapkan alat dan bahan sendiri, tetapi bagaimana jika diperlukan menggunakan peralatan yang hanya ada di laboratorium seperti mikroskop? Tentu saja hal ini menjadi salah satu kendala bagi mahasiswa jika melakukan kuliah secara online.
“Kalau misalnya kuliah offline mulai dilakukan tetapi mahasiswa dan tenaga pendidik belum mendapatkan vaksinasi semua, bakalan lebih beresiko tertular Covid-19. Kemudian, perlu adanya adaptasi kembali dengan lingkungan sekitar kampus, dan diperlukan biaya yang lebih untuk menyewa kontrakan” tutur salah satu mahasiswa Teknik Geologi Unpad yang sedikit kontra dengan kebijakan baru praktikum tersebut.
Kuliah online sebenarnya memiliki keuntungan bagi para mahasiswa. Misalnya, biaya yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan ketika kuliah offline. Dengan kuliah online, para orang tua tidak perlu khawatir dan dapat langsung mengontrol keadaan anaknya.

“Kalau aku netral, enggak pro dan enggak kontra juga. Setuju kalau kuliah offline dilaksanakan, apalagi bagi fakultas yang banyak praktikumnya. Ditambah kita sudah lebih dari setahun melakukan kuliah online dan pastinya sangat diperlukan adanya kuliah offline. Namun, dari sisi lain aku tidak setuju kalau kuliah offline dilakukan secara full karena kondisi saat ini masih pandemi dan kasus Covid-19 terus meningkat, walaupun menjalankan protokol kesehatan yang ketat tetap saja masih sangat riskan. Untuk saat ini, pilihan terbaik adalah dilakukan kuliah secara hybrid, yang masih bisa dilakukan secara online tetap dilakukan online sedangkan yang dirasa perlu offline maka dilakukan secara offline dengan protokol kesehatan yang ketat.” Tutur salah satu mahasiswi FTG yang merasa netral dengan kebijakan perkuliahan.
Akibat dari pandemi saat ini, banyak pekerja yang terkena PHK, para penjual tanpa pembeli, dan hasil petani dibeli dengan harga sangat rendah. Orang tua mahasiswa pun tentu ada yang mengalami hal demikian sehingga pendapatan mereka sangat menurun drastis. Bagi mereka yang kurang mampu atau para orang tuanya mengalami hal seperti di atas pasti akan merasa tenang jika anak mereka melakukan perkuliahan secara online karena jika di rumah, mereka tidak perlu membeli makanan sendiri dan memiliki tempat tinggal yang aman tanpa biaya tambahan.
“Boleh saja dilakukan praktikum offline, tetapi alangkah baiknya ada subsidi untuk mahasiswa yang mengalami keterbatasan biaya. Solusinya bisa dengan membuat proposal ke pihak SBA untuk meminta dana atau cara inisiatif dengan menghimpun dana dari orang tua yang ingin membantu. Karena untuk anak Bidik Misi yang di luar Bandung akan sulit dalam biaya akomodasi, biaya sehari-hari, tes swab, dan lain-lain.” Tutur salah satu mahasiswa penerima Bidik Misi.
Kuliah atau praktikum offline mendapatkan beberapa reaksi dari berbagai mahasiswa FTG, mulai dari pro, kontra, hingga netral. Sudah sepantasnya jika praktikum offline dilakukan harus sangat mempertimbangkan berbagai faktor dan dipersiapkan dengan matang mulai dari jadwal kegiatan, surat perizinan, prosedur, dan tata tertib praktikum, serta protokol kesehatan yang ketat. Alangkah baiknya jika mahasiswa melakukan tes swab dahulu karena dari pihak kampus sendiri tidak memfasilitasi tes tersebut.
Pada akhirnya, kita semua harus sepakat bahwa pihak kampus sudah sangat baik dan benar karena telah menyelenggarakan praktikum secara offline. Tugas kita sekarang tentu bersyukur dan memanfaatkan praktikum dengan sebaik-baiknya. Apalagi, kita semua memang kaya dan selalu taat protokol kesehatan, kan?
(Rumsih/Geocentric)
Sumber: