Gambar 1: Gunung Tangkuban Perahu (www.inews.id)
Gunung Tangkuban Perahu adalah sebuah gunung yang terletak di Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini mempunyai ketinggian hingga 2.804 m permukaan laut. Berdasarkan sejarah geologi yang ada, Gunung Tangkuban Perahu merupakan sisa letusan dari salah satu Gunung Purba di Indonesia. Namun, bagi masyarakat Sunda, Gunung Tangkuban Perahu menyimpan mitos dan legenda yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Legenda dan Mitos
Gambar 2: Legenda Sangkuriang (www.indozone.id)
Legenda Gunung Tangkuban Perahu yang terkenal adalah tentang seseorang bernama Sangkuriang yang jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi. Karena satu perkataan gegabah, Dayang Sumbi berjanji untuk menikahinya. Namun, saat ia mengetahui fakta bahwa Sangkuriang adalah anak kandungnya, Dayang Sumbi segera mencari cara untuk menggagalkan pernikahan dengan memberikan beberapa syarat bahwa Sangkuriang harus membangun telaga dan perahu dalam waktu semalam. Saat usahanya tidak berhasil, Sangkuriang kesal lalu menendang perahu hingga terbalik dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu. Usut punya usut, cerita itu terinspirasi dari bentuk gunung yang mirip perahu terbalik jika dilihat dari beberapa sisi.
Selain legenda, terdapat juga mitos lain yang mengatakan bahwa barang siapa yang dapat melemparkan batu dari atas tepian kawah gunung tepat ke bagian tengahnya, maka keinginan apapun yang ia miliki akan terkabul. Tentu karena ukuran diameter kawah sangat besar, hingga saat ini belum ada orang yang berhasil melemparkan batu hingga ke tengah kawah Gunung Tangkuban Perahu.
Legenda dan mitos masyarakat Sunda terhadap Gunung Tangkuban Perahu mengisyaratkan bahwa masyarakat Sunda menghormati gunung dan hutan. Salah satu ungkapan yang menggambarkan hal tersebut adalah “beunang guguru ka gunung, beunang tatanya ka Guriang”, yang artinya “hasil berguru kepada gunung dan bertanya kepada Guriang”. Berdasarkan ungkapan yang telah dikenal luas oleh Masyarakat Sunda tersebut, Hawe Setiawan menjabarkan dalam bukunya yang berjudul Sunda Abad ke-19: Tafsir atas Ilustrasi-ilustrasi Junghuhn (2019) bahwa masyarakat Sunda sudah lama menghormati gunung dan hutan sebagai inspirasi dalam melahirkan pengetahuan, kearifan, kebaikan, dan keindahan yang kemudian dituang dalam sarana mitologis.
Geologi Gunung Tangkuban Perahu
Gambar 3: Peta Geologi Gunung Tangkuban Perahu (vsi.esdm.go.id)
Secara geologis, Gunung Tangkuban Perahu terbentuk dari sebuah komplek gunung api tua yang disebut dengan Gunung Sunda. Gunung Sunda yang pernah menjadi gunung tertinggi di Jawa Barat dan terdiri atas tiga buah gunung api ini mengalami letusan sangat besar dengan ketinggian kolom pasca letusan mencapai 22 km sekitar 105-210 tahun lalu, sehingga saat ini hanya menyisakan Gunung Tangkuban Perahu sebagai bagian dari gunung yang masih aktif. Gunung Sunda dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen (Bemmelen, 1949). Dalam sejarah geologi, Gunung Sunda masih tergolong gunung yang berumur relatif muda, sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat diukur dalam rentang waktu ribuan tahun.
Suatu periode kegiatan vulkanik (gunung api) baru dimulai di sebuah komplek sebelah utara Bandung dalam kurun waktu kuarter. Di sebelah barat, sebuah gunung api besar (G. Sunda) terbentuk, sedangkan di sebelah timur kegiatan vulkanik terletak di daerah Bukit Tunggul, Pulusari, dan Gunung Cangak. Periode gunung api ini dapat ditentukan berdasarkan keberadaan tulang-tulang mamalia besar seperti badak, spesies , kerbau, antelop, dan kijang yang terjebak dalam lahar. Dari fosil-fosil ini diketahui bahwa vulkanisme berlangsung dalam kurun waktu Pleistosen Tua (Bemmelen, 1949).
Secara geologis, Gunung Tangkuban Perahu terbentuk dari sebuah komplek gunung api tua yang disebut dengan Gunung Sunda. Gunung Sunda yang pernah menjadi gunung tertinggi di Jawa Barat dan terdiri atas tiga buah gunung api ini mengalami letusan sangat besar dengan ketinggian kolom pasca letusan mencapai 22 km sekitar 105-210 tahun lalu, sehingga saat ini hanya menyisakan Gunung Tangkuban Perahu sebagai bagian dari gunung yang masih aktif. Gunung Sunda dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen (Bemmelen, 1949). Dalam sejarah geologi, Gunung Sunda masih tergolong gunung yang berumur relatif muda, sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat diukur dalam rentang waktu ribuan tahun.
Gunung Tangkuban Perahu hingga kini masih tergolong gunung api aktif yang sering mengalami erupsi berskala kecil maupun sedang. Gunung ini memiliki sembilan buah kawah. Bentuknya yang dianggap menyerupai perahu terbalik kemungkinan diakibatkan oleh adanya dua kawah berukuran paling besar, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas yang terletak berdampingan di bagian puncak. Kenampakan bentuk gunung seperti perahu terbalik ini pun faktanya hanya bisa terlihat dari beberapa sisi, salah satunya di wilayah Kota dan Kabupaten Bandung bila melihat ke arah selatan. Di wilayah lain di mana kenampakan gunung masih terlihat, seperti Purwakarta, Subang, dan Sumedang, bentuknya tidak lagi seperti perahu terbalik.
(Adinaufal Maulanafi/Geocentric)
Sumber :
Mulyadi, A. (2003). Sumberdaya Geowisata Bandung Purba. Jurnal Geografi “GEA,” 1(5), 1–9.
Harya, K.P. (2020). Bujangga Manik-Sangkuriang-Antropologi Struktural (Bagian II). Diakses pada 20 Maret 2022 melalui
https://varmaninstitute.com/2020/09/bujangga-manik-sangkuriang-antropologi-struktural-bagian-ii
https://tirto.id/letusan-tangkuban-parahu-dan-mitos-gunung-dalam-kosmologi-sunda-efpH
https://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/516-g-tangkuban-parahu