
Puncak Jaya atau dikenal juga dengan sebutan Piramida Carstensz merupakan gunung tertinggi yang berdiri menjulang dengan ketinggian 4.884 m di atas permukaan laut. Gunung ini terletak di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, dan merupakan bagian dari barisan Pegunungan Barisan Sudirman. Puncak Jaya merupakan puncak gunung tertinggi di kawasan Oceania yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Jayawijaya. Letaknya yang berada di atas ketinggian 4.000 m di atas permukaan laut membuat gunung ini memiliki gletser tropis yang juga sering kali disebut salju abadi. Bahkan, keberadaan gletser di Puncak Jaya kini menjadi gletser tropis terakhir di dunia. Keberadaan gletser tropis menjadi daya tarik tersendiri yang membuat gunung ini sering dijadikan sebagai lokasi tujuan pendakian. Gletser tropis diketahui hanya terdapat di tiga lokasi, yaitu Pegunungan Andes di Amerika Selatan, Gunung Kilimanjaro di Tanzania, dan Puncak Jaya. Beberapa gletser yang terkenal di Puncak Jaya diantaranya Gletser Meren, Gletser Carstensz, dan Northwall Firn.
Namun, tahukah kamu bahwa gletser tropis di Puncak Jaya terancam akan lenyap dalam beberapa tahun ke depan? Faktor terbesar mencairnya lapisan es tersebut disebabkan oleh pemanasan global yang terus meningkat. Laju pencairan gletser tersebut dapat dilihat berdasarkan perubahan luas gletser yang tersisa tiap tahunnya. Dilansir dari situs kompas.com, dalam artikel yang berjudul “Puncak Jaya Papua, Gletser Terakhir di Asia yang Diprediksi Punah Tahun Depan” diketahui luas gletser yang tersisa pada tahun 1850 hingga 2018 adalah:
- Tahun 1850: luas gletser 19,3 km2
- Tahun 1972: luas gletser 7,3 km2
- Tahun 2018: luas gletser 0,5 km2

Gambar 1: Puncak Jaya dengan Gletser yang Semakin Menyusut (Sumber: JahodaPetr.com)
Gletser di daerah tropis seperti di Puncak Jaya merespon perubahan iklim lebih cepat daripada daerah lainnya. Hal tersebut disebabkan karena secara geografis Puncak Jaya berada di wilayah iklim tropis yang bergaris lintang rendah, dimana matahari bersinar dengan intensitas yang tinggi setiap tahunnya.
Es yang mencair tentu akan menghasilkan air. Ketika pencairan es melebihi batas, apa yang akan terjadi terhadap kapasitas air dunia? Berdasarkan data, dapat diketahui bahwa pemanasan global yang intensif menyebabkan air laut secara global meningkat. Hal ini dapat dirasakan dampaknya selama beberapa dekade terakhir, salah satu contohnya yaitu mencairnya es di Greenland. Melansir situs polarportal.dk, Greenland telah kehilangan 4.700 triliun ton es selama dua dekade. Mencairnya gletser di Greenland selama dua dekade terakhir menyebabkan kenaikan muka air laut global hingga 1,2 sentimeter. Pemanasan global yang terus meningkat akan membuat gletser di wilayah tersebut terus mencair dan terjadinya peningkatan muka air laut yang dapat dirasakan di seluruh wilayah pesisir di dunia.
Fenomena lelehnya es ternyata juga telah terjadi di Puncak Jaya sejak era revolusi industri pertama dimulai sekitar tahun 80-an. Pemanasan global yang terus meningkat setiap tahunnya kian memperburuk kondisi pencairan gletser. Di tahun 2000, berdasarkan pemantauan melalui citra jarak jauh diperkirakan 88% es di Puncak Jaya telah mencair dan melewati batas maksimum periode neoglasial. Es yang selama 5.000 tahun menghiasi puncak gunung tertinggi di Indonesia itu mulai lenyap secara bertahap. Donaldi Permana, Koordinator Pusat Penelitian dan Pengembangan pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan gletser di Puncak Jaya akan menghilang pada rentang tahun 2025-2027 berdasarkan pengamatan kapasitas pelelehannya.
Mencairnya gletser di Puncak Jaya merupakan sebuah pelajaran yang sudah sepatutnya dimaknai oleh seluruh masyarakat Indonesia, terutama tentang perubahan iklim yang nyata dan sedang terjadi saat ini. Jika tidak dilakukan upaya konservatif, bukan hanya potensi bencana yang akan menghadang di masa depan, tapi juga warisan alam yang ada di negeri ini akan benar-benar menghilang. Jadi, sebagai manusia yang bertanggung jawab besar akan alam mari kita mulai untuk lebih selektif terhadap gaya hidup. Kurangi konsumsi produk yang dapat membebani alam, dan beralihlah ke bahan yang lebih ramah lingkungan!
(Riza Rohmatul Haitami/Geocentric)