HMG Horror Stories

Ilustrasi sebuah tempat yang memiliki aura mistis. (Resdian Gumilang / Geocentric)

Kamu pernah merasa ada yang ‘ngikutin’? Atau lagi asyik wisata alam dan tiba-tiba merasa melihat ‘sesuatu’ padahal kamu bukan paranormal? Tenang, kamu nggak sendirian, kok! Kumpulan pengalaman mistis dari warga HMG ini pastinya bikin bulu kuduk kamu semakin berdiri.

N.B. : Semua nama disamarkan atas permintaan narasumber.

Lucky

Waktu itu, gue dan X lagi meng-explore bagian timur-selatan kavling pemetaan lanjutnya si X. Daerah itu didominasi oleh pepohonan tinggi menjulang (baca : hutan). Ada satu titik yang membuat kami harus turun ke daerah lembahan. Ketika dirasa sudah dekat dengan tempat yang dituju, kami melihat ada sebuah gerbang dan di dalamnya terdapat bangunan tua yang lebih menyerupai sebuah gudang yang sudah ngga terpakai. Yang ditakutin bukan hantu, tapi kemunculan anjing ganas yang siap mengejar bahkan menggigit kami. Berikut percakapan gue dan X di sana:

Gue: “Masuk nggak nih?”

X     : “Masuklah! Biar dapat data disini, penting soalnya.”

Akhirnya, kami markir motor di depan gerbang, lalu si X langsung masuk ke dalam gudang.

Gue: “Jangan main masuk aja, salam dulu!”

X     : “Oh iya. Assalamualaikum!” Terus dia masuk.

Pas giliran gue yang salam “Assalamualaikum,” ada yang tiba-tiba jawab “Waalaikumsalam.”

Kami bingung itu siapa, sedangkan di dekat kami ngga ada orang. Kebetulan waktu itu hampir masuk waktu Asar, kami pikir ada pengajian tapi suasana di sekitar hening. Yaudah pikirannya kemana-mana deh. Terus gue bilang, “Balik yuk!” Lalu kita balik.

Amarah

Kavling pemetaan lanjut gue di Purwakarta, tepatnya daerah Plered dan sekitarnya. Singkat cerita, ada dua tim, salah satunya tim gue yang terdiri dari gue dan Y. Kebetulan daerah yang gue datengin itu daerah intrusi, ada banyak pohon tinggi dan hutan bambu kuning. Saat itu udah jam 12 siang. Pas lagi ambil data, si Y liat ada batu gede, kayak bongkahan gitu tapi segede rumah. Lalu dia liat ada kaki ngayun-ngayun keliatan dari pojok, di tengah-tengah hutan bambu. Pas dicek lagi, udah nggak ada. Waktu itu kita masih diam-diam aja, tapi pas balik ke basecamp baru deh cerita ke yang lain. Ternyata pas jalan balik kita ngeliat ada kuburan di bawah. Oh pantes.

Mawar

Waktu itu aku lagi tidur di kosan, daerah Ciseke Kecil. Pas tidur, aku merasa ada yang nemenin padahal aku lagi sendirian. Posisi aku tidur menghadap ke tembok, lalu pas balik badan aku liat ada bayangan tinggi dan gede. Ternyata waktu itu lagi ereup-ereup (ketindihan/sleep paralysis). Terus pas udah sadar langsung berdoa deh. Nah, sebelum aku ngekos di sana, temanku yang ngisi kamar itu juga pernah ngerasain hal yang sama. Pas lagi tidur siang dia dengar suara kayak lagi masak nasi di rice cooker, jedug-jedug gitu. Tiba-tiba, dia ngerasa mukanya panas, pas dicek ternyata nggak ada apa-apa. Pas mau ngelanjutin tidur, dia liat juga bayangan tinggi gede itu.

Hannah

Waktu aku kecil, rumahku sering didatengin sama nenek-nenek. Nenek itu pakai cempon (kondek). Pas udah sedikit gede dan sadar sering didatengin, aku cerita ke Ibu soal nenek itu. Setelah itu Ibu cerita ke Ayah, dan mereka ngeh kalau aku ngeliat ‘penjaga rumah’. Setelah itu, Ibu bilang nggak usah dipikirkan. Tapi aku jadi takut karena tau ternyata dia bukan manusia. Nah, waktu aku lagi shalat, pas duduk dari posisi sujud, dia ada di depan lagi duduk di lantai. Nenek-nenek itu putih, agak gendut, pakai kebaya, dan rok batik cokelat, posisi duduknya sambil meluk lutut menghadap ke luar.

Naugi

Lapangan pemetaan lanjut saya di Kalipucang, Pangandaran. Waktu itu hari ke-2 dan saya bersama teman saya, Z. Kami menyusuri sungai sampai menemukan tebing breksi yang bentuknya seperti air terjun, tingginya kurang lebih 30 meter. Di sungai itu air tidak mengalir, tapi di bawahnya ada semacam danau kecil. Kami melakukan aktivitas sebagaimana mestinya dan memutuskan untuk makan siang di sana. Saat makan siang, si Z hampir kejatuhan buah kelapa dua kali. Lalu kami memutuskan untuk pergi karena teman saya ini sudah memiliki firasat buruk.

Sekitar satu kilometer dari tempat itu kami duduk di saung kecil milik warga. Tak lama kemudian ada bapak tua dari kebun yang menghampiri dan beristirahat bersama kami.  Setelah itu kami mengobrol, dia bertanya, “Kalian habis darimana?” Kami menjawab, dari tebing dekat sana untuk mengambil sampel. Bapak itu bilang “Oh iya, gapapa asal izin dan sopan.” Lalu teman saya bertanya, “Emang ada apa, Pak?”

Bapak itu pun cerita, “Waktu masih jaman penjajahan, saat Belanda diusir oleh Jepang, ada salah satu saudagar kaya dari Ciamis. Dia membawa emas seberat 15 kg dan dijatuhkan dari atas tebing ke danau itu untuk disembunyikan dari Jepang. Emas itu juga ternyata dijaga oleh makhluk kepercayaan yang ada di sana. Setelah Indonesia merdeka, ada salah satu orang yang melihat kejadian itu (baca : emasnya dijatuhkan). Sampai hari ini pun banyak yang mencari keberadaan emas tersebut, namun selalu gagal. Hingga akhirnya ada orang ‘pintar’ dari Pangandaran, dia hampir bisa menemukan emas tersebut tapi malah berkomunikasi dengan makhluk penjaganya. Ternyata sampai sekarang mahkluk itu masih belum tertandingi, harus ada ritual-ritual seperti 3 tahun puasa dan membawa minyak dari Arab untuk diteteskan.” Menurut bapak itu, yang sanggup menyeimbangi kekuatan penjaga tempat itu hanya Nyi Roro Kidul, karena tempat tersebut masih masuk daerah pantai selatan Jawa.

Nadal

Saat kegiatan organisasi di sekitar hutan Ranca Upas, ada sebuah gunung. Kami sedang latihan penyelamatan di sana. Agar mudah berkomunikasi, kami naik ke atas gunung dan meneriakkan nama target. Ternyata di suatu lembahan ada suara orang, sehingga kami memutuskan untuk ke sana. Tapi ternyata, jalan ke atas terlalu curam. Saat berjalan menuju ke atas, ada seorang laki-laki yang sedang bertenda sendirian, rambutnya panjang dan berumur sekitar 27 tahun. Dia menyarankan kami untuk mengambil jalur lain. “Jalur sini aja, Dek,” katanya. Lalu kami berpikir, kok aneh di tengah hutan ada orang nge-camp sendirian. Kami ajak ngobrol dia juga cuma menjawab seadanya. Padahal ada jalur yang lebih mudah di depan, tapi kami seolah-olah tertipu oleh orang itu sehingga kami mengambil jalur yang dia sarankan. Setelah itu kami turun ke lembahan, menyusuri sungai, lalu bingung karena kami nyasar. Kami coba navigasi juga tidak bisa. Kami menghubungi tim di basecamp dengan HT, lalu saling mengirimkan koordinat. Kemudian kami disarankan untuk naik aja di lembahan yang berada di depan kami. Lalu naiklah kami sambil menebas jalan dan melipir di pinggir jurang hingga hari sudah mau gelap. Ketika waktu menunjukkan pukul 8 malam, akhirnya tim penyelamat datang dan kami dibawa ke basecamp. Waktu itu, kami seperti dalam keadaan tidak sadar, dan baru tersadar saat sudah bersantai, “Tadi padahal ada jalan di depan kita, tapi kenapa kita seolah-olah terhipnotis untuk mengambil jalur yang disarankan oleh abang-abang itu. Mungkin nggak sih ada orang, sendirian, berkemah di gunung setinggi itu. Apa itu beneran orang atau malah yang lain?” 

Joy

Jadi di leluhur gue (dari ibu) itu punya semacam ilmu yang harus diturunkan ke anaknya, tapi ada beberapa syarat. Salah satunya harus diturunkan ke anak cowok (yang membawa marga). Ada acara adat untuk menurunkan ilmu tersebut. Waktu itu gue masih kecil, terus bokap gue bilang kami mau ke Sumatra dan udah wanti-wanti, “Kalau mau makan, minum, atau apa-apa, tanya dulu sama mama, itu boleh nggak?” Karena belum mengerti jadi gue iyakan aja. Ternyata makin kesini, gue makin terbiasa dengan ritual itu. Ritual itu hanya bisa dilakukan di rumah yang bermarga sama dengan nyokap. Nah, ritualnya itu kayak manggil leluhur dari keluarga kami. Bentuknya itu kayak arwah yang masuk ke badan opung gue. Ternyata nggak semua orang bisa dimasukin sama leluhur gue itu. Pernah suatu saat ada barang yang hilang, terus dipanggillah leluhurnya mama gue. Sebenarnya sih nggak percaya, tapi tiap yang dibilang itu selalu benar. Karena yang dimasukin itu opung gue (cewek) dan arwahnya itu cowok, jadi kalau ritualnya lagi berlangsung opung gue gerak geriknya kayak cowok, misalnya merokok, minum tuak, dll.

 

(Sadly Zulkarnaen/Geocentric)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *